Sabtu, 06 November 2004

Budaya Boga

Ramadhan, shaum dan tatacara makan orang Muslim, tentu banyak menimbulkan rasa ingin tahu dan penasaran teman sekelas, dosen, ibu kos, tuan rumah tempat bertamu, rekan kerja, atasan atau kenalan Jepang lainnya.

Mungkin mereka tak sadar bahwa berpuasa seharusnya bukan hal yang aneh karena juga ada dalam ajaran Buddha dan agama lain.

Acara tahunan buka bersama dalam bentuk Islamic Food Festival diselenggarakan oleh Kyoto Muslim Association di KICH, adalah salah satu kesempatan langka untuk mengundang mereka menghadiri penjelasan mengenai itu semua. Saat yang tepat untuk memperlihatkan sisi Islam yang sebenarnya kepada masyarakat Jepang Kyoto secara berkesinambungan, melalui hal yang paling esensial dalam perikehidupan manusia: Budaya Boga, alias makanan.

Para anggota KMA yang rata-rata berstatus mahasiswa asing dari mancanegara, menyediakan waktu di salah satu akhir pekan setiap bulan Ramadhan, demi memasakkan makanan lezat dan bermutu khas daerah masing-masing untuk dimakan bersama secara cuma-cuma. Orang Indonesia yang jumlahnya terbanyak, mendapat beban memasak lebih banyak juga, apalagi karena sebagian besar rewel tak bisa memakan masakan negara lain (heran, padahal enak-enak lho). Beban ini dibagikan kepada 5 atau 6 keluarga, sementara yang lain menyumbang nasi, bahan mentah atau uang untuk menutup biaya selebihnya. Keahlian khusus saya (maksudnya karena gampang buatnya) adalah pisang goreng, kolak, soto atau sambalado.

Sedikitnya sekitar 140 orang Jepang hadir untuk kegiatan tahun ini. Seperti biasa, sejak sekitar jam 3 sore para undangan akan duduk rapi untuk mendengarkan ceramah singkat dan diskusi mengenai budaya Islam secara garis besar, yang disampaikan oleh orang Jepang sendiri, agar mudah dipahami.

Profesor Kosugi Yasushi alias Yasir Abdullah, pakar dari Pusat Studi Asia-Afrika di Kyoto Univ, adalah penanggung jawab acara yang akan merekomendasikan penceramah yang tampil dari jaringan kenalannya. Bisa seorang ahli bahasa, pakar ekonomi perminyakan, sejarawan, atau beliau sendiri, yang kebetulan cukup punya nama dan sudah terbiasa tampil di depan televisi, bahkan diangkat menjadi penasihat Kaisar mengenai dunia Islam.

Diterangkan bahwa tanpa mereka sadari, budaya Islam sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan orang Jepang, baik dalam hal disiplin, kebersihan, kejujuran, dan telah masuk ke tengah-tengah mereka melalui interaksi dengan dunia ilmiah Barat, dalam aljabar, kedokteran, dan barang impor seperti kopi atau lemon.

"Ucapkanlah assalaamualaikum, dan sebuah dunia baru akan menyambutmu dengan hangat bersahabat."

Tanya jawab yang menarik dilaksanakan dengan tertib sampai menjelang buka, dan mereka dipersilakan menikmati tajil berupa kurma, kue-kue atau kolak bersama para panitia.
Ketika para panitia shalat maghrib berjamaah, mereka dipersilahkan beristirahat sambil mengamati. 


Kemudian kembali antre makan malam di ruang lainnya, sambil berinteraksi dengan para anggota KMA yang menghidangkan makanan, sekaligus melayani berbagai tanya jawab seputar makanan dan isu-isu keislaman.
Banyak juga yang berminat menghadiri kelas memasak hidangan Islami, bila KMA menyelenggarakannya. Yahaha, kapan ya. Bahkan ada yang mencaplok resep hidangan untuk kegiatan komersial!

Yah biarlah. Yang penting, mereka merasakan keramahtamahan Islam melalui kegiatan Ifthar Party ini. Memahami makna Ramadhan dan keuntungan berpuasa. Menemukan wajah Islam yang lebih nyata, mengikis bayangan teroris yang digembar-gemborkan media massa.

KMA sedang sibuk mengumpulkan dana pembangunan Masjid Kyoto. Sebagai kota dengan seribu kuil, baik tera, jinja, maupun gereja, masa belum punya masjid satu pun, cuma mushala mungil di pojokan. Ayo siapa mau menyumbang?

1 komentar:

cselvalva mengatakan...

Buka bersama kok bajunya gonjreng banget tuh? ueheh